Kewirausahaan dan Daya Saing Bangsa

Dunia saat ini tengah berada dalam era globalisasi yang membawa setiap negara di dalamnya masuk ke dalam persaingan ketat dan intensif. Karena itu, setiap negara termasuk Indonesia dituntut untuk membangun daya saing yang kuat agar tetap bertahan. Pengusaha nasional dan pendiri Universitas Sahid (Usahid), Prof Sukamdani Sahid Gitosardjono dalam kuliah umum di universitas swasta itu belum lama ini mengatakan, salah satu kunci untuk meningkatkan daya saing adalah dengan meningkatkan kewirausahaan, baik sisi kualitas maupun kuantitasnya. Menurut mantan pegawai Kementerian Dalam Negeri yang telah sukses membangun Sahid Group itu, universitas yang didirikannya 20 tahun lalu tersebut, menanamkan semangat kewirausahaan kepada mahasiswanya sebagai dasar pondasi dan jati diri.

Dalam kuliah umum yang diselenggarakan khusus untuk menyambut mahasiswa baru tahun ajaran 2008/2009 tersebut, Sukamdani menekankan bahwa kewirausahaan memegang peranan yang sangat kuat dalam meningkatkan daya saing bangsa. "Setiap individu dalam bangsa ini harus memiliki pemikiran yang jauh ke depan, pola pikir bahwa wirausaha adalah nilai yang harus dimiliki oleh setiap bangsa yang modern dan maju," kata Sukamdani yang 14 Maret lalu genap berusia 80 tahun.

Dia menyebutkan, berdasarkan hasil penelitian seorang ilmuwan Amerika Serikat (AS), David McClelland, suatu negara dapat dikatakan makmur, minimal harus memiliki jumlah entrepreneur atau wirausahawan sebanyak dua persen dari jumlah populasi penduduknya.

Hasil pemantauan menunjukkan, AS pada tahun 2007 memiliki 11,5 persen wira- usahawan, kemudian Singapura 7,2 persen. Sementara Indonesia pada tahun 2007 diperkirakan hanya mencapai 400.000 orang atau hanya 0.18 persen dari yang seharusnya 4,4 juta wirausahawan.

Alasan mengapa jumlah wirausahawan menjadi sangat penting untuk sebuah bangsa, seperti dituturkan Sukamdani adalah karena wira- usahawan unggul dalam kualitas. Kehadiran mereka membuat perekonomian negara akan semakin sejahtera dan kuat.

"Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah negara untuk menjadi sejahtera dan kuat, yaitu terciptanya pemerintahan yang bersih dan berwibawa, kemudian memiliki sejumlah wirausahawan yang memiliki dedikasi atau pengabdian tinggi terhadap bangsa dan negara. Selain itu, suatu negara yang kuat juga harus memiliki ilmuwan-ilmuwan yang siap menyumbangkan atau mempersembahkan hasil penelitiannya, sebagai komoditas yang berharga untuk pasar global," tuturnya.

Tiga komponen tersebut, imbuh Sukamdani, harus dimiliki oleh rakyat Indonesia dan tertanam dalam jiwa dan watak mereka. Dengan demikian, rasa bangga akan dimiliki oleh segenap bangsa Indonesia.

Beberapa alasan yang diindikasikan oleh Sukamdani tentang kewirausahaan yang belum berkembang di Indonesia adalah, karena budaya wirausahawan yang juga belum mengakar dalam setiap masyarakat Indonesia terutama para kaum muda. Mayoritas masyarakat Indonesia, masih berada dalam struktur dan alam pikiran agraris.

"Nilai agraris pada umumnya masih didominasi oleh nilai-nilai yang lebih bergantung pada alam daripada bertumpu pada kemampuan sendiri seperti kemampuan inovasi dan kepandaian mengadopsi," ujarnya.

Selain itu, profesi wira- usahawan di Indonesia masih dianggap sebagai profesi yang kurang terhormat. Budaya atau pemikiran masyarakat pada kenyataannya lebih memandang profesi sebagai pegawai pemerintahan atau pegawai swasta sebagai profesi yang lebih pantas dan terhormat, bukan sebagai pedagang.

Pencipta Lapangan Kerja

Sementara alasan yang kedua adalah konsep pendidikan yang menghasilkan pekerja dan bukan pencipta lapangan kerja masih merupakan arus utama dalam pendidikan nasional Indonesia. Menjadi karyawan adalah alasan utama mengapa seseorang melanjutkan kuliah.

"Masyarakat Indonesia masih cenderung mencari gaya bekerja dengan zona nyaman, sementara budaya itu sangat bertolak belakang dengan budaya seorang wirausa- hawan yang menuntut semangat yang pantang menyerah, berani mengambil risiko, kreatif, dan inovatif," kata Sukamdani.

Di samping itu, pembangunan kewirausahaan juga tidak lepas dari peran Kamar Dagang dan Industri (Kadin) yang pada tahun 2005 yang mengungkapkan bahwa keberhasilan pembangunan kewirausahaan ternyata tidak lepas dari peran serta swadaya masyarakat. Peran serta masyarakat ternyata menjadi kunci penting dalam membangun kewirausahaan yang berdaya saing global.

Masih banyak pula yang harus dikembangkan dan dibenahi dalam menciptakan swadaya pembangunan kewirausahaan. Misalnya, dalam sistem pendidikan kewirausahaan. Masih banyak yang harus ditingkatkan, misalnya kurangnya minat para wira- usahawan sukses untuk mengajar, lalu kurikulum kewirausahaan yang dianggap kurang menarik dan lebih indoktrinatif, mental pengajar yang formal dan sekadar menyelesaikan sejumlah minggu pertemuan, dan kurang terciptanya pusat-pusat pelatihan kewirausahaan.

Pembangunan kewirausahaan di Indonesia tidaklah mudah, berdasarkan penelitian dari Entrepreneurship Working Group Asia Paci- fic Economic Cooperation (APEC) pada tahun 2004, terlihat bahwa hanya sedikit wirausahawan yang berhasil menjadi pengusaha menengah dan besar dalam siklus pola kewirausahaan. Gejala inilah yang juga terjadi di Indonesia, seperti kenyataan bahwa mayoritas wirausahawan yang sukses di Indonesia berasal dari keturunan atau etnis Tionghoa.

"Seharusnya, nilai dan semangat yang dimiliki oleh masyarakat etnis Tionghoa dalam berwirausaha ini dapat ditularkan dan dicontoh oleh masyarakat Indonesia. Misalnya, dengan belajar dari pengalaman negara yang telah sukses dengan kewirausahaannya," ujar mantan ketua umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia ini.

Identitas Usahid sebagai universitas berbasiskan kewirausahaan pun, dibangun bukan dengan kebetulan atau tanpa proses sejarah. Sukamdani menguraikan, ada dua pertimbangan mengapa kewirausahaan harus menjadi norma dan identitas Usahid, pertama adalah karena Sukamdani yang juga sebagai pendiri Usahid adalah seorang wirausahawan. Alasan yang kedua adalah karena kewirausahaan merupakan identitas masyarakat modern.

Dalam bukunya yang berjudul Wirausaha Mengabdi Pembangunan pada tahun 2001, jelas tergambar bagaimana Sukamdani membuat sejarah, mulai dari seorang pegawai pemerintahan pada tahun 1952 hingga menjadi pencipta peluang kerja dengan mendirikan perusahaan percetakan dari seorang pejuang nasional menjadi seorang wirausahawan nasional. [WWH/M-15]


Template by : kendhin x-template.blogspot.com