Para Mahasiswa yang Menuai Keuntungan dari Belimbing Wuluh

ANGAN heran kalau enam mahasiswa Jurusan Biologi ITS ini berkeliaran di sekitar Perumahan Dosen ITS. Mereka bukannya hendak menemui dosennya, apalagi untuk berkonsultasi soal problem kuliah. Yang mereka lakukan adalah memunguti atau meminta belimbing wuluh di kawasan tersebut.

Belimbing wuluh yang kebanyakan dibiarkan berjatuhan di halaman rumah-rumah itu mereka manfaatkan sebagai bahan baku minuman. Menurut mereka, minuman tersebut berkalsium tinggi.

Enam mahasiswa yang bisa menjual minuman itu di kantin-kantin kampus adalah Idya Rachmawati, M. Burhan Rosyidi, Anggra Premana, Indrawan Miftah, Nanin Dwi, dan Ria Hayati.

Mereka sejatinya adalah para peneliti. Bisnis minuman itu pun lahir dari hasil mereka berkutat di meja penelitian. Tujuan kami meneliti memang untuk dimanfaatkan sebagai peluang usaha. Tidak sekadar penelitian, ujar Idya Rachmawati. Sekarang, bisnis itu sudah berjalan tiga bulan. Selama triwulan tersebut, bisnis mereka direspons baik oleh para konsumen.

Dalam sekali produksi, Idya cs mampu menghasilkan 90 gelas minuman sari belimbing wuluh. Semua habis dalam waktu kurang dari tujuh hari.

Untuk memasarkan, Idya tidak berdagang sendiri. Produk yang diberi nama Sweet Bilimbi tersebut mereka titipkan di kantin kampus. Terutama di kantin Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) ITS.

Kantin fakultas lain pun minta. Beberapa teman dan penjaga kantin ingin minuman itu dititipkan di banyak tempat, ujar M. Burhan Rosyidi.

Meski maju, promosi mereka masih tradisional. Mereka menyebutkan, bisnis tersebut berkembang lewat media M to M alias mulut ke mulut. Kami promosi ke teman-teman untuk mencoba minuman kami, katanya.

Selain promosi lewat mulut, tim tersebut rajin menempelkan beberapa brosur di mading kampus. Respons teman-teman lumayan pada minggu pertama, ungkap pria kelahiran 2 Juni 1987 tersebut.

Selain itu, harga minuman mereka tergolong murah. Harga orang kampus. Per gelas cuma seribu perak. Itu jauh lebih murah daripada minuman ekstrak atau sari buah-buahan yang lain, tegasnya.

Mereka bisa menekan harga lantaran bahan bakunya sangat murah. Belimbing wuluh mereka dapat dengan cara meminta kepada dosen-dosen yang punya pohonnya di rumah. Di Perumahan Dosen ITS ini, ada 52 titik yang bisa kami ambil buahnya, ujarnya lantas tersenyum.

Cukup dengan meminta izin memetik buah-buahan, mereka sudah mendapatkan bahan baku untuk membuat minuman sari belimbing wuluh itu.

Menurut Burhan, belimbing wuluh dipilih lantaran buah tersebut tumbuh sepanjang tahun di semua wilayah serta tidak punya kaitan dengan perubahan musim. Jadi, bisa dimanfaatkan terus buahnya, ucapnya.

Selama ini, belimbing wuluh hanya digunakan untuk sayur oleh pemiliknya, ujar Burhan. Padahal, di satu pohon, pasti ada banyak sisa yang tidak digunakan pemilik rumah.

Produksinya pun tergolong mudah. Belimbing wuluh diambil sarinya dengan cara diperas atau dihancurkan. Sari belimbing wuluh tersebut lantas dicampur air gula dan dimasak. Setelah itu, minuman tersebut dikemas dalam gelas plastik yang ditutup plastik sealer. Dari racikan tersebut, setiap satu kilogram belimbing menghasilkan 45 gelas.

Rasanya masam. Tapi, kami tambah gula, katanya. Proses ''mencari rasa'' itulah yang paling sulit. Sebab, setiap lidah berbeda. Tugas kami mencari rasa yang paling pas untuk lidah konsumen-konsumen, jelas anak ketiga di antara empat bersaudara itu.

Perjuangan mereka membuahkan hasil. Produk mereka telah mengantongi izin Dinas Kesehatan. Mereka juga telah mengujinya di Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK) serta Badan Penelitian dan Konsultasi Industri (BPKI).

Dalam uji yang dilakukan BBLK, tercatat kandungan kalsium dalam Sweet Bilimbi itu 180 miligram. Masih rendah dibanding susu. Minuman ini cocok untuk vegetarian atau sebagai alternatif untuk yang tidak suka minum susu, kata pria asal Gresik tersebut.

Meski begitu, tim itu belum berani menambah jumlah produksi mereka dalam satu minggu. Burhan mengeluhkan bahwa timnya masih kewalahan untuk memproduksi 90 gelas minuman per pekan. Kewalahan itu bukan karena tidak ada waktu dan tenaga, tapi karena modal dan alat. Modalnya tidak ada. Sedangkan alat mesin sealer-nya masih pinjam teman dan tidak dipakai, jelas Burhan.

Dalam mengembangkan bisnis, tim tersebut dibimbing Soehardjoepri, dosen mata kuliah matematika yang juga ahli di kewirausahaan. Setiap mengalami kesulitan di bidang manajemen, kami selalu minta nasihat dia, ujar Idya.

Saat ini, mereka getol mencari informasi kompetisi-kompetisi karya mahasiswa. Selain untuk mem-publish temuan kami, kami ingin mencari dana untuk pengembangan bisnis yang sedang kami jalankan, ucapnya.

Kami sedang menyiapkan proposal untuk ikut kompetisi dengan fokus business plan, kata mahasiswi asal Sidoarjo itu.

Sekarang, mesin sealer yang dipinjam dari teman harus dikembalikan. Untuk sementara, mungkin dalam waktu dekat belum bisa produksi, ujar Burhan. Mereka berharap ada investor yang mau bekerja sama dengan timnya. its.ac.id


Template by : kendhin x-template.blogspot.com