Perguruan Tamansiswa Seluruh Indonesia Tolak UU BHP

Persatuan Perguruan Tamansiswa Seluruh Indonesia yang berjumlah 130 cabang dengan tegas menolak keberadaan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan atau UU BHP. Penolakan itu disampaikan dalam acara Gelar Akbar Tamansiswa Seluruh Indonesia, di Pendapa Tamansiswa, Yogyakarta, Selasa (27/1), yang diikuti ratusan siswa, mahasiswa, dan alumni.

Perguruan Tamansiswa menilai UU BHP adalah pesanan pihak kapitalis internasional dan tidak sesuai dengan jiwa Tamansiswa dan harapan luhur Ki Hajar Dewantara. Ki Hajar Dewantara menghendaki konsep pendidikan bagi semua dengan cara memajukan pengajaran untuk rakyat.

Ajaran, ideologi, dan politik pendidikan Ki Hajar Dewantara yang—kemudian menjadi ciri khas pendidikan Tamansiswa—menempatkan pendidikan sebagai proses budaya, berbasis pada semangat kebangsaan, berorientasi pada prinsip pendidikan untuk semua, adil, merata, tanpa diskriminasi, mandiri, memerdekakan, serta memihak pada hak dan kepentingan anak. Semua itu tidak menjadi orientasi dalam UU BHP.

Ketua Umum Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa Jenderal TNI (Purn) Tyasno Sudarto mengatakan, UU BHP dikeluarkan tidak didasarkan pada kepribadian bangsa yakni Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. UU BHP dibentuk berdasar Konsensus Washington yang kapitalis dan liberal.

"UU BHP jiwa dan rohnya adalah komersialisasi pendidikan. Pendidikan menjadi komoditas bisnis yang tergantung pada mekanisme pasar. Orang miskin tidak akan bisa lagi mengenyam pendidikan tinggi," katanya.

Menurut Tyasno, dikeluarkannya UU BHP merupakan bentuk pengaburan tanggung jawab pemerintah. Berdasar UUD 1945 semestinya pemerintah menjamin pendidikan bagi warganya, bukan malah melepaskan diri dan menyerahkan pada mekanisme pasar.

Rektor Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Djohar MS mengatakan, ideologi UU BHP tidak sejalan dengan ideologi yang dimiliki bangsa Indonesia. UU BHP juga menimbulkan kapitalisme pendidikan yang dapat menyebabkan terjadinya kompetisi. "Ki Hajar Dewantara tidak menginginkan adanya kompetisi yang menonjolkan sisi individu, melainkan kolaborasi yang mengarah pada kebersamaan," katanya.

Kelahiran UU BHP dinilai tidak lepas dari International Conference on Implementing Knowledge Economy Strategies di Helsinski, Finlandia, tahun 2003. Konferensi itu melahirkan Knowledge Economy, sebuah konsep baru di sektor pendidikan yang dipakai oleh negara-negara dunia pertama. Knowledge Economy adalah konsep meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi yang mana untuk mencapainya diperlukan buruh yang memiliki kualifikasi, terampil, dan menguasai teknologi.

Konsep Knowledge Economy kemudian dilanjutkan dengan pertemuan World Trade Organisation (WTO) yang menghasilkan kesepakatan bersama. Kesepakatan itu dirangkum dalam General Agreement on Trade Service (GATS) yang menghasilkan keputusan kontroversi bagi negara dunia ketiga yakni komersialisasi pendidikan. Parahnya, Indonesia telah meratifikasi kesepakatan tersebut yang kemudian ditindaklanjuti dengan membuat UU BHP. kompas.com


Template by : kendhin x-template.blogspot.com